Karakter dan kaitannya dengan organisasi.
Kata karakter itu sendiri sejauh ini diduga berasal dari
bahasa Latin kharakter, kharassein, dan kharax, yang maknanya“tools
for marking”, “to engrave”, dan “pointed stake.” Atau kalau melihat ke
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta:1966), karakter diartikan
sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang daripada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat
dikatakan bahwa membangun karakter (character
building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa,
sehingga ‘berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan
orang lain.
Dan jika dikaitkan dengan organisasi atau lebih khusus lagi
organisasi bisnis, maka agar organisasi mampu mencapai apa yang di-cita –
citakan (visi dan misi), maka organisasi tersebut mestinya terdiri dari manusia
– manusia yang memiliki karakter yang mampu menggerakkan perusahaan ke arah
visi dan misinya. Misalnya sebuah organisasi seperti Kopassus, yang merupakan
organisasi militer untuk menyelesaikan penugasan militer yang teramat sulit dan
bernilai strategis, maka akan membutuhkan anggota organisasi yang tidak hanya
memiliki kemampuan kemiliteran yang jauh lebih tinggi dari tentara reguler,
juga memiliki karakter militansi yang jauh melebihi pasukan reguler (biasa).
Demikian pula analoginya pada organisasi bisnis (perusahaan), semakin tinggi
tantangan yang dihadapi perusahaan tentunya akan membutuhkan sumber daya
manusia yang memiliki tidak hanya kemampuan teknis yang mampu menjawab
tantangan tersebut, namun juga memiliki karakter yang mampu ‘menjaga’ agar
apapun kondisinya, sesulit apapun tantangannya, ia akan tetap mampu ‘berlari’
memaksimalkan segala kemampuan teknisnya itu untuk menjawab tantangan tersebut.
Dan membentuk karakter sedemikian itu tidak pernah mudah. Sebagai contoh, untuk
membangun karakter tahan banting, tangguh, dan memiliki semangat juang, dapat
dibayangkan apa yang dilakukan oleh organisasi seperti Kopassus. Mulai dari
pendidikan dasar hingga pembaretan membutuhkan waktu berbulan – bulan. Tentunya kita perlu bertanya – tanya
“Kenapa proses pembentukan karakter sedemikian itu membutuhkan waktu sedemikian
lama?”
Proses Perubahan – Syarat Perubahan
Sebelum menjawab pertanyaan itu ada baiknya kita memahami
proses perubahan. Bahwa untuk menjadi pribadi yang memiliki karakter yang
diinginkan mesti ada proses perubahan dari karakter pribadi sebelumnya. Dan
proses perubahan hanya dapat terjadi jika si individu menginginkannya.
Seseorang hanya dapat berubah jika ia mau berubah.
Proses Perubahan – Tahapan Perubahan
Jika kita elaborasi lebih jauh, seseorang dapat berubah jika
ia menjalani 3 tahap secara runut, yaitu:
1.
Awareness
2.
Acceptance
3.
Improvement
Awareness. Tahap
ini adalah sebuah tahap dimana seseorang memahami
perubahan apa yang dibutuhkan dan dimana saat ini dia berada.
Acceptance. Setelah
seseorang paham maka agar proses
perubahan dapat berlanjut, maka yang bersangkutan mesti ‘menerima’ atau ‘bersepakat’ dengan nuraninya bahwa ia harus berubah.
Improvement. Setelah
‘aware’ dan ‘accept’ barulah proses pembentukan
karakter yang sesungguhnya dimulai.
Pada tahap awareness,
kemampuan olah pikir akan banyak berperan, sementara untuk melewati tahap acceptance maka olah nurani akan lebih
banyak berperan, dan dibutuhkan sebuah momen emosional tertentu yang bisa
membawa seseorang melewati tahap acceptance
ini. Setelah melewati 2 tahap itulah, seseorang akan menggerakkan dirinya untuk
menjalani proses perubahan untuk ‘membentuk’ karakter dirinya di tahap improvement. Dan untuk menjalani proses
– proses tersebut membutuhkan time
dan effort yang tepat agar perubahan dapat
di-akomodir. Seperti kata pepatah “if you
give peanuts.. you’ll get a monkey… if you give meats… you’ll get a lion.”
Dengan kata lain, jangan berharap mendapatkan hasil yang hebat jika time dan effort hanya senilai ‘kacang’.
Upaya untuk proses perubahan menuju pembentukan karakter
Pada prinsipnya, dibutuhkan upaya – upaya yang rasional,
sistematis, dan terintegrasi agar sebuah organisasi dapat memfasilitasi proses
– proses perubahan yang kemudian membentuk karakter sdm dalam organisasi
tersebut.
Organisasi membutuhkan desain organisasi yang tepat agar
proses perubahan dan pembentukan karakter dapat difasilitasi, organisasi juga
membutuhkan proses assessment yang ‘jeli’ dalam
‘melihat’ dan ‘memetakan’ gambaran psikologis sdm baik secara individu, unit,
maupun dalam cakupan organisasi, sehingga segala program dapat dilakukan dengan
tepat.
Dan tentunya, dengan ditopang desain dan assessment
diatas, organisasi membutuhkan program –
program riil pembentukan karakter itu sendiri sebagai ujung tombaknya yang
dapat berbentuk kegiatan – kegiatan seperti bootcamp, pelatihan in – house /
indoor, dan juga outbound.
Sebagai analogi, seorang peternak ikan yang ingin
‘membentuk’ dan ‘membangun’ ikannya dari mulai benih hingga layak jual tentunya
perlu membangun kolam dan perangkat pendukung lainnya (desain organisasi yang
tepat), agar ikan – ikan tersebut dapat hidup di habitat yang mendukung proses
perubahannya. Dan sebelum dimasukkan ke dalam kolam, tentunya perlu dilakukan
proses seleksi, sortir, dan segala jenis proses assessment yang dibutuhkan agar
hanya benih ikan dengan spesifikasi yang tepatlah yang dapat meneruskan proses
perubahan yang dibutuhkan secara optimal. Dan semua proses tersebut haruslah
diteruskan dengan kegiatan pemberian pakan, obat-obatan, dan perawatan rutin
maupun non – rutin agar proses perubahan dapat terwujud.
Jika contoh diatas sudah mulai terlihat sebagai proses yang
dianggap rumit, maka dapat dibayangkan betapa rumitnya proses pembentukan yang
diharapkan dari sekelompok manusia
dalam organisasi. Apalagi karakter yang diharapkan untuk muncul adalah karakter
‘spesial’, dan bukan sekadar karakter yang ‘biasa’. Dan untuk karakter spesial
tersebut tentunya dibutuhkan upaya yang rasional, sistematis, dan terintegrasi,
yang terdiri dari upaya pembentukan desain organisasi, assessment, dan tentunya
program pengembangan karakter yang semuanya mengarah pada pembentukan karakter
yang spesial.
Outbound sebagai salah satu upaya pembentukan karakter
Kegiatan outbound pada dasarnya adalah kegiatan pembelajaran
(learning activity) layaknya sebuah
training atau pelatihan. Namun memiliki metode yang berbeda dengan kebanyakan
training karena menggunakan pendekatan learning
by doing dan lepas dari sekat – sekat dinding kelas (outdoor). Kegiatan
sejenis ini pun dapat dilakukan untuk membentuk elemen karakter yang berbeda –
beda, misalnya teamwork, self leadership, team leadership, dll. Media
belajarnya pun beragam seperti panahan (self leadership), simulation games
(teamwork), orienteering (teamwork), ekspedisi pendakian (team leadership),
survival (teamwork & leadership), bahkan snake handling untuk belajar
langsung bagaimana mengatasi fear & anxiety.
Jika dikaitkan dengan tahapan perubahan, maka kegiatan
diatas dapat dilakukan untuk mencapai target awareness saja , atau awareness – acceptance, atau untuk improvement (jika awareness dan acceptance)
sudah terlampaui. Dan agar pencapaian target pembentukan karakter dapat
termonitor dengan baik, maka target pembentukan karakter yang diinginkan pun
harus terdefinisi dengan spesifik. Sehingga dapat diketahui sudah sejauh mana
proses pembentukan karakter sudah bergerak, apakah 25%, 50%, atau bahkan sudah
100%. Sebagai panduan sederhana, tahap awareness
kurang lebih adalah 30%, acceptance
adalah 60%, dan selebihnya adalah tahapan improvement.
Sementara jika ditilik dari sisi durasi, maka untuk mengejar capaian awareness, kegiatan antara 2 – 3 hari
sudah bisa dianggap cukup (tergantung definisi karakter yang akan dibentuk), di
sisi lain, untuk capaian acceptance,
kegiatan yang dibutuhkan bisa mencapai 30 hari dan lagi- lagi sangat tergantung
definisi bentukan karakter yang diinginkan. Sementara tahapan improvement tidak hanya membutuhkan
program – program seperti outbound, namun juga membutuhkan ‘habitat’ yang dapat
mendukung proses perkembangannya, yang terkait dengan desain sistem dalam
organisasi.
Perlu dipahami bahwa pembentukan karakter, terutama proses improvement adalah life – long process, sangat membutuhkan lingkungan yang kondusif,
serta repetisi yang terus menerus sehingga dalam mendefinisikan, membuat
perencanaan dan pelaksanaan perlu dilakukan secara bijak.
thanks to Arief Humanika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar