Senin, 20 Januari 2014

Pembentukan karakter lewat Outbond

Tulisan ini berupaya untuk memberikan penjelasan yang mudah – mudahan dapat meluruskan pemahaman tersebut dan mulai memandang pembentukan karakter sebagai yang tidak sesederhana sebagaimana yang dibayangkan.

Karakter dan kaitannya dengan organisasi.

Kata karakter itu sendiri sejauh ini diduga berasal dari bahasa Latin kharakter, kharassein, dan kharax, yang maknanya“tools for marking”, “to engrave”, dan “pointed stake.” Atau kalau melihat ke dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta:1966), karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ‘berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.
Dan jika dikaitkan dengan organisasi atau lebih khusus lagi organisasi bisnis, maka agar organisasi mampu mencapai apa yang di-cita – citakan (visi dan misi), maka organisasi tersebut mestinya terdiri dari manusia – manusia yang memiliki karakter yang mampu menggerakkan perusahaan ke arah visi dan misinya. Misalnya sebuah organisasi seperti Kopassus, yang merupakan organisasi militer untuk menyelesaikan penugasan militer yang teramat sulit dan bernilai strategis, maka akan membutuhkan anggota organisasi yang tidak hanya memiliki kemampuan kemiliteran yang jauh lebih tinggi dari tentara reguler, juga memiliki karakter militansi yang jauh melebihi pasukan reguler (biasa). Demikian pula analoginya pada organisasi bisnis (perusahaan), semakin tinggi tantangan yang dihadapi perusahaan tentunya akan membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki tidak hanya kemampuan teknis yang mampu menjawab tantangan tersebut, namun juga memiliki karakter yang mampu ‘menjaga’ agar apapun kondisinya, sesulit apapun tantangannya, ia akan tetap mampu ‘berlari’ memaksimalkan segala kemampuan teknisnya itu untuk menjawab tantangan tersebut. Dan membentuk karakter sedemikian itu tidak pernah mudah. Sebagai contoh, untuk membangun karakter tahan banting, tangguh, dan memiliki semangat juang, dapat dibayangkan apa yang dilakukan oleh organisasi seperti Kopassus. Mulai dari pendidikan dasar hingga pembaretan membutuhkan waktu berbulan –  bulan. Tentunya kita perlu bertanya – tanya “Kenapa proses pembentukan karakter sedemikian itu membutuhkan waktu sedemikian lama?”

Proses Perubahan – Syarat Perubahan

Sebelum menjawab pertanyaan itu ada baiknya kita memahami proses perubahan. Bahwa untuk menjadi pribadi yang memiliki karakter yang diinginkan mesti ada proses perubahan dari karakter pribadi sebelumnya. Dan proses perubahan hanya dapat terjadi jika si individu menginginkannya. Seseorang hanya dapat berubah jika ia mau berubah.

Proses Perubahan – Tahapan Perubahan

Jika kita elaborasi lebih jauh, seseorang dapat berubah jika ia menjalani 3 tahap secara runut, yaitu:
1.       Awareness
2.       Acceptance
3.       Improvement
Awareness. Tahap ini adalah sebuah tahap dimana seseorang memahami perubahan apa yang dibutuhkan dan dimana saat ini dia berada.
Acceptance. Setelah seseorang paham maka agar proses perubahan dapat berlanjut, maka yang bersangkutan mesti ‘menerima’ atau ‘bersepakat’ dengan nuraninya bahwa ia harus berubah.
Improvement. Setelah ‘aware’ dan ‘accept’  barulah proses pembentukan karakter yang sesungguhnya dimulai. 

Pada tahap awareness, kemampuan olah pikir akan banyak berperan, sementara untuk melewati tahap acceptance maka olah nurani akan lebih banyak berperan, dan dibutuhkan sebuah momen emosional tertentu yang bisa membawa seseorang melewati tahap acceptance ini. Setelah melewati 2 tahap itulah, seseorang akan menggerakkan dirinya untuk menjalani proses perubahan untuk ‘membentuk’ karakter dirinya di tahap improvement. Dan untuk menjalani proses – proses tersebut membutuhkan time dan effort yang tepat agar perubahan dapat di-akomodir. Seperti kata pepatah “if you give peanuts.. you’ll get a monkey… if you give meats… you’ll get a lion.” Dengan kata lain, jangan berharap mendapatkan hasil yang hebat jika time dan effort hanya senilai ‘kacang’.

Upaya untuk proses perubahan menuju pembentukan karakter  

Pada prinsipnya, dibutuhkan upaya – upaya yang rasional, sistematis, dan terintegrasi agar sebuah organisasi dapat memfasilitasi proses – proses perubahan yang kemudian membentuk karakter sdm dalam organisasi tersebut.
Organisasi membutuhkan desain organisasi yang tepat agar proses perubahan dan pembentukan karakter dapat difasilitasi, organisasi juga membutuhkan proses assessment yang ‘jeli’ dalam  ‘melihat’ dan ‘memetakan’ gambaran psikologis sdm baik secara individu, unit, maupun dalam cakupan organisasi, sehingga segala program dapat dilakukan dengan tepat.

Dan tentunya, dengan ditopang desain dan assessment diatas,  organisasi membutuhkan program – program riil pembentukan karakter itu sendiri sebagai ujung tombaknya yang dapat berbentuk kegiatan – kegiatan seperti bootcamp, pelatihan in – house / indoor, dan juga outbound.
Sebagai analogi, seorang peternak ikan yang ingin ‘membentuk’ dan ‘membangun’ ikannya dari mulai benih hingga layak jual tentunya perlu membangun kolam dan perangkat pendukung lainnya (desain organisasi yang tepat), agar ikan – ikan tersebut dapat hidup di habitat yang mendukung proses perubahannya. Dan sebelum dimasukkan ke dalam kolam, tentunya perlu dilakukan proses seleksi, sortir, dan segala jenis proses assessment yang dibutuhkan agar hanya benih ikan dengan spesifikasi yang tepatlah yang dapat meneruskan proses perubahan yang dibutuhkan secara optimal. Dan semua proses tersebut haruslah diteruskan dengan kegiatan pemberian pakan, obat-obatan, dan perawatan rutin maupun non – rutin agar proses perubahan dapat terwujud.  
Jika contoh diatas sudah mulai terlihat sebagai proses yang dianggap rumit, maka dapat dibayangkan betapa rumitnya proses pembentukan yang diharapkan dari sekelompok manusia dalam organisasi. Apalagi karakter yang diharapkan untuk muncul adalah karakter ‘spesial’, dan bukan sekadar karakter yang ‘biasa’. Dan untuk karakter spesial tersebut tentunya dibutuhkan upaya yang rasional, sistematis, dan terintegrasi, yang terdiri dari upaya pembentukan desain organisasi, assessment, dan tentunya program pengembangan karakter yang semuanya mengarah pada pembentukan karakter yang spesial.

Outbound sebagai salah satu upaya pembentukan karakter

Kegiatan outbound pada dasarnya adalah kegiatan pembelajaran (learning activity) layaknya sebuah training atau pelatihan. Namun memiliki metode yang berbeda dengan kebanyakan training karena menggunakan pendekatan learning by doing dan lepas dari sekat – sekat dinding kelas (outdoor). Kegiatan sejenis ini pun dapat dilakukan untuk membentuk elemen karakter yang berbeda – beda, misalnya teamwork, self leadership, team leadership, dll. Media belajarnya pun beragam seperti panahan (self leadership), simulation games (teamwork), orienteering (teamwork), ekspedisi pendakian (team leadership), survival (teamwork & leadership), bahkan snake handling untuk belajar langsung bagaimana mengatasi fear & anxiety. 

Jika dikaitkan dengan tahapan perubahan, maka kegiatan diatas dapat dilakukan untuk mencapai target awareness saja , atau awareness – acceptance, atau untuk improvement (jika awareness dan acceptance) sudah terlampaui. Dan agar pencapaian target pembentukan karakter dapat termonitor dengan baik, maka target pembentukan karakter yang diinginkan pun harus terdefinisi dengan spesifik. Sehingga dapat diketahui sudah sejauh mana proses pembentukan karakter sudah bergerak, apakah 25%, 50%, atau bahkan sudah 100%. Sebagai panduan sederhana, tahap awareness kurang lebih adalah 30%, acceptance adalah 60%, dan selebihnya adalah tahapan improvement

Sementara jika ditilik dari sisi durasi, maka untuk mengejar capaian awareness, kegiatan antara 2 – 3 hari sudah bisa dianggap cukup (tergantung definisi karakter yang akan dibentuk), di sisi lain, untuk capaian acceptance, kegiatan yang dibutuhkan bisa mencapai 30 hari dan lagi- lagi sangat tergantung definisi bentukan karakter yang diinginkan. Sementara tahapan improvement tidak hanya membutuhkan program – program seperti outbound, namun juga membutuhkan ‘habitat’ yang dapat mendukung proses perkembangannya, yang terkait dengan desain sistem dalam organisasi. 


Perlu dipahami bahwa pembentukan karakter, terutama proses improvement adalah life – long process, sangat membutuhkan lingkungan yang kondusif, serta repetisi yang terus menerus sehingga dalam mendefinisikan, membuat perencanaan dan pelaksanaan perlu dilakukan secara bijak.  
thanks to Arief Humanika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar