Minggu, 09 Desember 2012

Prokastinasi ( Penyakit Menunda Pekerjaan )

huahhhh udh lama ga nulis nulis catatan nih di blog udh berapa abad ya ??? yahhh lupa deh yess boss haha, yawda agak malas gitu dehhhh hahha spikkk boong kok gua haha
tanpa panjang lebar kali tinggi langsung aja kali ini gua bakalan bahas penyakit umat manusia yang lagi produktif produktifnya bekerja dan belajar yaitu Prokrastinasi.





    Menunda suatu perkerjaan kadang menjadi perilaku yang sering kita lakukan, Sebenarnya ini bukan masalah yang kritis ketika hanya berjangkit pada pribadi-pribadi, namun menjadi masalah besar ketika terjadi pada pribadi-pribadi yang bekerja di birokrasi atau memegang posisi jabatan publik.

     Setiap masyarakat yang pernah berhadapan dengan birokrasi, umumnya pernah merasakan lambatnya pelayanan yang dilakukan oleh pelayan-pelayan masyarakat di birokrasi. Ketika kita pertanyakan, maka jawaban-jawaban yang sering kita temui, harus mengikuti aturan, atau yang aneh, ketiadaan staf atau atasan tertentu di tempat.
Kasus lambatnya kinerja birokrasi ini saking seringnya terjadi, sehingga sampai hari ini dianggap sesuatu yang wajar dalam masyarakat. Sehingga ketika ada masyarakat yang menghadapi fenomena seperti ini, biasanya kemudian mencari solusi lain dengan cara memberi “Peng jip kupi” untuk mendapatkan pelayanan yang lebih cepat.

         Dalam kajian psikologi, fenomena ini disebut “Prokrastinasi”. Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinare. Pro artinya gerakan maju dan crastinus artinya milik hari esok. prokrastinasi adalah perilaku manusia yang sering menunda-nunda baik tugas maupun pekerjaan dan pelakunya disebut prokrastinator. Masalah utama dari perilaku prokrastinasi adalah masalah manajemen waktu dan masalah penetapan prioritas.
Dari hasil berbagai penelitian ada beberapa masalah yang menyebabkan timbulnya Prokrastinasi tersebut. Pertama, karakteristik tugas adalah bagaimana karakter dari pekerjaan atau tugas tersebut. Jika terlalu sulit, kecenderungan orang akan menunda pekerjaan atau tugas tersebut. Kedua, karakter personaliti (kurang PD, moody, irasional) orang akan cenderung menunda pekerjaan jika kurang percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
Prokrastinasi, selain menimbulkan masalah pada pekerjaan dan dalam birokrasi dapat merusak citra instansi dan merugikan masyarakat, tanpa disadari oleh pelakunya. Prokrastinasi dapat menyebabkan seseorang kehilangan peluang dan kesempatan yang datang (Wulan:2000).
Menurut tiga ahli prokrastinasi, Joseph Ferrari, Ph.D., Profesor psikologi dari De Paul University di Chicago, dan Timorthy Pychyl, Ph.D., professor psikologi dari Carleton University Ottawa, banyak penyebab terbentuknya prokrastinasi ini, hal penting yang perlu kita ketahui ialah; sifat prokrastinasi terbentuk dari lingkungan dan bukan akibat faktor keturunan. Kebiasaan ini tumbuh tidak secara langsung dalam keluarga dan merupakan respons terhadap gaya otoriter yang diterapkan orang tua.
Prokrastinasi bahkan bisa menjadi salah satu bentuk pembebasan. Sekitar 20 persen masyarakat mengidentifikasikan dirinya sebagai pengidap kronis prokrastinasi. Bagi mereka, prokrastinasi adalah gaya hidup meskipun bukan berarti kegagalan dalam beradaptasi. Prokrastinasi bukanlah hal sepele, meskipun sebagai budaya kita tidak menganggap hal ini sebagai masalah. Kebiasaan ini merupakan wujud dari problem serius dari pengendalian diri.

         Prokrastinasi bukanlah masalah dalam manajemen waktu atau perencanaan. Para pengidap prokrastinasi tidaklah berbeda dalam hal kemampuan memperhitungkan waktu,meskipun mereka lebih optimistis ketimbang yang lain. Pengidap prokrastinasi secara aktif mencari-cari kekacauan atau kebingungan, khususnya seseorang yang tidak memiliki komitmen serius.
       Para pengidap, prokrastinasi kerap membohongi dirinya sendiri, seperti misalnya mengatakan, “Saya merasa lebih suka melakukanya esok hari” atau “Saya biasa bekerja dalam tekanan”. Namun faktanya, mereka tidak bergegas keesokan harinya untuk bekerja atau melakukan yang terbaik di saat berada dalam tekanan. Selain itu, mereka melindungi perasaan dirinya dengan mengatakan “Ini tidaklah penting”.

          Kebohongan besar yang biasa dilakukan prokastinator adalah bahwa tekanan waktu akan membuat mereka menjadi lebih kreatif. Buktinya, mereka tidak berubah untuk menjadi lebih kreatif, mereka hanya merasanya. Mereka justru memboroskan modal mereka sendiri.








Identifikasi Pelaku prokrastinasi
Menurut hasil penelitian Tamin tahun 2000 dari seluruh Pegawai Negeri Sipil yang ada di Indonesia hanya 40% saja yang benar-benar profesional. Melihat pada kondisi atau kenyataan sekarang di kantor-kantor instansi pemerintah, misalnya kantor kelurahan dan dinas masih terlihat banyak pegawai yang tidak optimal dalam mengerjakan tugasnya pada saat jam kerja kantor.
Hal ini tampak dari perilaku yang ditampilkan seperti membaca koran atau majalah, bercakap-cakap dengan rekannya sambil merokok, pergi ke kedai kopi di waktu jam kerja bukan untuk alasan dinas. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa di kantor pemerintah banyak para pegawai yang relatif sering melakukan prokrastinasi kerja sehingga sangat merugikan masyarakat yang sebenarnya sangat membutuhkan pelayanan jasa dengan cepat.
Yang lebih parah ““Prokrastinasi”” ini bukan hanya terjadi pada level bawah akan tetapi menjalar hingga ke level yang lebih tinggi, pada level atas, pada pejabat publik seperti Gubernur, Bupati, Kepala Dinas dan Anggota Dewan.
Lalu bagaimana mengatasi ini? Menurut Goleman (2000) bahwa dengan menerapkan manajemen diri, individu dapat menciptakan realitas kehidupan sesuai dengan misi dan tujuan hidup. Baik itu berupa kebebasan finansial, pengembangan karir dan pekerjaan, hubungan yang lebih baik dengan keluarga, sesama, dan terutama dengan Tuhan, serta kesehatan yang terpelihara.
Manajemen diri dimaksudkan untuk mengenali diri secara menyeluruh (konsep diri), mengidentifikasi secara jelas tujuan apa yang ingin dicapai, paham betul apa pentingnya mencapai tujuan tersebut, mengontrol dan mengelola diri (tingkah laku emosi), melakukan evaluasi diri atas apa yang telah dilakukan serta paham tentang insentif-insentif yang akan diperoleh akibat tindakan yang dilakukan.
Berkaitan dengan dunia kerja, manajemen diri mengajarkan bagaimana cara melakukan identifikasi diri yang berhubungan dengan bagaimana cara orang menilai masalah organisasi, tujuan spesifik yang berhubungan dengan organisasi tersebut. memonitor cara lingkungan memberikan fasilitas atau menghambat pencapaian tujuan, mengidentifikasi dan mendemonstrasikan performance dan punishment ke arah pencapaian tujuan.
Maka sebaiknya, eksekutif dan legislatif merancang program pelatihan manajemen diri rutin bagi pejabat publik dan birokrat agar dapat segera mencapai kemajuan yang kita inginkan. Karena, apa jadinya bila masyarakat kita bila dikelola oleh individu-individu yang bermasalah dengan manajemen dirinya sendiri.


1 komentar:

  1. semoga setelah ini kita tidak terjerumus dalam katagori "penyakit" ini...hiiiiii sereeem!

    BalasHapus