Minggu, 21 April 2013

Analisis Adolf Hitler Mengapa ia sangat Keji


Ada banyak analisis yang dilakukan para ahli untuk menjelaskan motivasi dan sisi gelap (dark side) kepribadian Adolf Hitler (20 April 1889 – 30 April 1945) sehingga sampai membantai tanpa dosa 6 juta orang Yahudi. Mircea Windham menulis dalam bukunya, “Iblis-Iblis Wanita Hitler” (2010) antara lain sebagai berikut: teori pertama, trauma penyakit sipilis yang diderita Hitler. Ihwal sipilis ini berasal dari pengakuan seorang serdadu sipil Nazi, Eugen Wasner, yang diperiksa karena dianggap menyebarkan fitnah terhadap Hitler di baraknya, pertengahan 1943. Wasner mengaku teman sekelas Hitler di Leonding, Austria.
“Adolf impoten karena sipilis”, kata Wasner. Akibatnya pernyataannya itu, Wasner dijatuhi hukuman mati.
Kisah Wasner muncul pertama kali dalam memoar Dietrich Gustrow, yang terbit pada 1981 dengan judul “Totlicher Alltag” (Rutinitas Mati). Kala itu Gustrow bertugas sebagai pembela dalam sidang Wasner. Gosip atas kondisi kelamin Hitler berkembang lebih jauh, bahkan dinyatakan, ia hanya memiliki satu buah zakar. Menurut teori Simon Wiesental, kondisi genital Adolf Hitler dianggap sebagai penyebab antisemitisme, karena sipilis yang dideritanya berasal dari seorang wanita pelacur Yahudi. Dari sinilah sentimen ras ini berkembang.

Teori kedua mengatakan, kepribadian Hitler dipengaruhi oleh serangkaian trauma. Pada tahun 1907, ketika ia berusia 18 tahun, ibunya meninggal karena serangan kanker. Ia kecewa dengan dokter Yahudi yang gagal menyelamatkan nyawa ibunya. Menurut Rudolp Binion, seorang sejarawan dari Brandeis, Hitler merepresi kemarahannya. Ini yang jadi cikal-bakal antisemitismenya.

Teori ketiga, berdasarkan analisa psikoanalisis, diantaranya dipaparkan oleh Robert Waite: “Antisemitisme Hitler dipicu oleh kenyataan bahwa ayahnya sendiri, Alois Hitler, ternyata berdarah Yahudi. Manakala dikaitkan dengan pengakuan Eugen Wasner, boleh jadi kebencian Hitler kepada bangsa Yahudi makin memuncak. Ia merasa teracuni darah Yahudi. Analisis ini berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Erich Fromm (23-03-1900-18-03-1980) dalam bukunya, “The Anatomy of Human Destructiveness” (1973). Justru cintanya kepada ibunya yang meninggal akibat kanker itulah yang menjadi sumber penyimpangan kepribadian Hitler. Menurut Fromm, Hitler menderita “necrophilia”, yakni mencintai mayat dan hal-hal yang berbau kematian.

Teori keempat, beberapa sejarawan, termasuk Alan Bullock (13 Desember 1914 – 2 Februari 2004), percaya bahwa antisemitisme Hitler disebabkan oleh obsesi seksual antisemitisme. Sejarawan Robert Waite merujuk periode setelah kematian ibunya, Klara Hitler (1908-1913). Kematian Klara menyebabkan runtuhnya pula ambisi Hitler untuk mendalami seni. Ia terpuruk di penampungan kaum tunawisma di Vienna. Di saat itulah ia terpikat ilustrasi pornografi dalam publikasi Ostara yang penuh obsesi antisemitisme, dengan kisah-kisah lelaki Yahudi yang dengan penuh nafsu mengumbar seks untuk mencemari perawan-perawan Arya. Editornya adalah seorang Arya dengan nama mistis, Lanz von Liebenfels.
Pengaruh Ostara itu konon tercermin dalam buku Hitler, “Mein Kampf” (Perjuanganku), yang memperlihatkan histeri seksual. “Dengan kenikmatan setan diwajahnya, Yahudi berambut hitam itu mengintai perawan-perawan Arya dan siap mencemari dengan darahnya”, demikian tulis Hitler.

Teori kelima adalah hipnoterapi. Pada tahun 1913, Hitler meninggalkan Vienna menuju Munich. Pada Agustus 1914, Perang Dunia I pecah. Ia bergabung dengan resimen Bavaria Jerman. Seperti yang ditulisnya dalam “Mein Kampf”, di medan pertempuran itu ia terkena gas beracun yang menyebabkan matanya mengalami kebutaan. Tahun 1918, melalui perawatan hipnotis Dr. Edmund Forster, ia sembuh. Dengan hipnotisnya, Dr. Forster memompa semangat nasionalismenya. Bahwa kesembuhannya sangat berarti bagi Jerman. Sejak itu, ia mentransformasi kemampuan hipnotis untuk menguasai masa.
Faktor-faktor eksternal seperti sipilis, pengaruh Ostara, atau pendekatan psikoanalisis Erich Fromm, masih dominan untuk memahami Hitler. Namun, bagi Milton Himmelfarb (21 Oktober 1918 – 4 Januari 2006), teori eksternal ini seakan menghiraukan Hitler sebagai pribadi. Seolah-olah Adolf Hitler hanyalah produk diluar dirinya. “Tidak ada Hitler, tidak akan ada Holocaust!” kata Himmelfarb. Pendekatan pada antisemitisme Kristen tradisional tidaklah cukup. “Hitler membantai orang Yahudi bukan karena ia harus melakukannya. Bukan karena didikte kekuatan historis yang abstrak. Tapi karena ia menginginkannya”, ujar Himmelfarb.

Emil Fackenheim (1916-2003), seorang teolog ahli Holocaust memperkuat dugaan Himmelfarb. Bagi Fackenheim, Hitler tak lebih dari seorang opportunis, yang tidak percaya pada apapun kecuali pada ambisinya sendiri. Dan mengambil manfaat isu antisemitisme yang telah berakar dalam masyarakat Jerman.
“Hitler adalah seorang aktor. Ia gila sanjungan. Ia ingin selalu dielu-elukan. Lihat saja perkawinannya dengan Eva Braun. Dilakukan sesaat sebelum ia bunuh diri. Untuk apa itu kalau bukan sekadar satu pertunjukan. Saya pikir ia tidak tahu lagi batas antara bersandiwara dan bersungguh-sungguh”, kata Fackenheim.
Memang mengejutkan apabila tuduhan Fackenheim benar. Enam juta orang Yahudi terbantai gara-gara seorang aktor. Alasan antisemitisme Hitler hanyalah sebuah trik (tipuan) seorang aktor. Menurut Fackenheim, tidak ada faktor-faktor patologi, melainkan murni pembunuh berdarah dingin. “Hitler adalah sosok setan yang radikal !” katanya.

Lalu apakah hanya Hitler yang mampu berbuat jahat/kejam ? Banyak pakar psikologi, terutama psikoanalisis klasik (seperti Freud, McDougall, Lorenz), beranggapan bahwa hakikat setiap manusia itu adalah buruk, liar, kejam, kelam, non-etis, egois, sarat nafsu, dan berkiblat pada kenikmatan jasmani. Sebagaimana pengalaman fisiologis rasa lapar, haus, atau bangkitnya dorongan seksual, maka dapat dibuktikan bahwa manusia mempunyai naluri bawaan atau dorongan dasar untuk berperilaku agresif. 

Sigmund Freud (Kowara, 1991) menyatakan bahwa selain diri manusia memuat naluri kehidupan (life instincts), juga terdapat apa yang disebut naluri kematian atau “Thanatos” (kadang-kadang Freud menyebutnya naluri merusak), yang ditujukan kepada perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada (organisme atau individu itu sendiri). Freud mengajukan gagasan mengenai naluri kematian ini berdasarkan fakta yang ditemukan bahwa tujuan semua makhluk hidup atau organisme adalah kembali kepada keadaan anorganis. Atau, meminjam pernyataan Schopenhauer, tujuan dari seluruh kehidupan adalah kematian. Freud menambahkan bahwa adanya dua jenis naluri yang bertolak belakang ini relevan dengan dua proses pada taraf biologis dari setiap organisme, yakni proses pembentukan (construction) dan proses penghancuran (destruction). Contoh proses pada taraf biologis ini adalah proses anabolisme dan proses katabolisme dalam sel-sel setiap organisme.

Freud selanjutnya menyatakan bahwa naluri kematian itu pada individu bisa ditujukan kepada dua arah, yakni kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain atau ke luar diri. Naluri kematian yang diarahkan kepada diri sendiri tampil dalam tindakan bunuh diri atau tindakan “masokhis” (tindakan menyakiti diri sendiri), sedangkan naluri kematian yang diarahkan ke luar atau kepada orang lain menyatakan diri dalam bentuk tindakan membunuh, menganiaya atau menghancurkan orang lain. Sehubungan dengan naluri kematian ini Freud percaya, bahwa pada setiap orang, di alam tak sadarnya, terdapat keinginan untuk mati, sebuah keinginan yang selalu direpres sekuatnya oleh ego. Dan percobaan atau tindakan bunuh diri bisa terjadi apabila represi ego ini melemah.

Jika menelusuri kembali riwayat hidup dan kehidupan Hitler dapat dijumpai bahwa ia sebetulnya tetap sama dengan kebanyakan manusia pada umumnya, memiliki hati atau perasaan manusiawi. Hitler juga sayang anak-anak, sayang binatang, cinta kepada anak buahnya, memuja dan menikahi seorang wanita bernama Eva Braun. Hanya saja mungkin “naluri kematian” bawaannya, meminjam istilah Freud, lebih kuat daripada “naluri kehidupan”nya, sehingga “dark-side”nya tampak lebih dominan.  

Dan kitapun sebenarnya memiliki “dark-side” ataupun masa-masa kelam dalam pengertian pernah berbuat khilaf, salah, atau dosa. Jadi perbedaan antara Hitler dan “dark side” kita sebenarnya sangatlah tipis. Kitapun sebenarnya bisa berubah wujud menjadi “Hitler-Hitler” yang lain, atau bahkan lebih buruk lagi !!!

Sigmund Freud Psikoanalisa Teori ID, EGO dan SuperEgo

 Menurut Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari 3 elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai Id, Ego, dan Superego, yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.
1.  Id 
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir atau sistem dasar kepribadian. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian.Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan  atau ketegangan.
 Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.
Dorongan-dorongan dari Id dapat dipusatkan melalui proses primer yang dapat diperoleh dengan tiga cara: 
a.       Perbuatan 
Seorang bayi yang sedang timbul dorongan primitifnya,misalnya menangis karena ingin menyusui ibunya. Bayi akan berhenti menangis ketika ia menemukan putting susu ibunya dan mulai menyusui. 
b.      Fungsi kognitif
Yaitu kemampuan individu untuk membayangkan atau mengingat hal-hal yang memuaskan yang pernah dialami dan diperoleh. Dalam kasus ini individu akan berhayal terhadap hal-hal yang nikmat atau menyenangkan.
 
c.       Ekspresi dari Afek atau Emosi
Yaitu dengan memperhatikan emosi tertentu akan terjadi pengurangan terhadap dorongan-dorongan premitifnya.  
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.

2.   Ego 

Ego adalah dibawa sejak lahir, tetapi berkembang seiring dengan hubungan individu dengan lingkungan. Prinsipnya realitas atau kenyataan. Untuk bisa bertahan hidup,individu tidak bisa semata-mata bertindak sekedar mengikuti impuls-impuls atau dorongan-dorongan,individu harus belajar menghadapi realitas.sebagai ilustrasi dari pernyataan ini,”seorang anak harus belajar bahwa dia tidak bisa mengambil makanan karena terdorong secara impulsif ketika dia melihat makanan”. Jika ia mengambil makanan itu dari orang yang lebih besar,maka ia akan kena pukul. Ia harus memahami realita sebelum bertindak. Bagian dari jiwa atau struktur kepribadian yang menunda impuls secara langsung dan memahami realita seperti ini disebut ego. Menurut Freud, ego adalah struktur kepribadian yang berurusan dengan tuntutan realita,berisi penalaran dan pemahaman yang tepat. Ego berusaha menahan tindakan sampai dia memiliki kesempatan untuk memahami realitas secara akurat,memahami apa yang sudah terjadi didalam situasi yang berupa dimasa lalu,dan membuat rencana yang realistik dimasa depan. Tujuan ego adalah menemukan cara yang realistis dalam rangka memuaskan Id. 
Ego mempunyai beberapa fungsi diantaranya:
a)     Menahan menyalurkan dorongan
b)     Mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesdaran
c)     Mengarahkan suatu perbuatan agar mencapai tujuan yang diterima
d)     Berfikir logis
e)   Mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa sebagai tanda adanya suatu yang salah,yang tidak benar,agar kelak dapat dikategorikan dengan hal lain untuk memusatkan apa yang akan dilakukan sebaik-baiknya. 
3.   Super Ego 

Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua  dan masyarakat - kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego: 

Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi. Nasehat dari Bokap dan Nyokap lo adalah bagian dari Superego gan jadi itu standar acuan berperilaku berdasarkan nilai moral moral yang orang tua kita ajarkan.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.

Interaksi dari Id, Ego dan Superego 

Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.


faktor pembentukan prilaku dan kepribadian yang sehat adalah bisa menyeimbangkan antara id, ego, dan superego. Seimbang ya gan jangan pada menuntut hak saja tetapi kewajiban juga seharusnya dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Rabu, 17 April 2013

PSIKOANALISA Freud Teknik DALAM Psikologi KONSELING

   Sejarah Perkembangan
 
Sigmund Freud (1856-1939) adalah pencetus pendekatan psikoanalisa. Ia adalah anak tertua dari delapan bersaudara yang hidup dalam keluarga otoriter. Pada mulanya ia belajar kedokteran, dan pada tahun 1880 menjadi salah seorang peneliti medis pertama yang meneliti unsur yang terdapat dalam tanaman coca. Selanjutnya Freud menghabiskan beberapa tahun di Paris dalam rangka belajar pada Charcot salah seorang psikoterapis paling populer di zamannya, yang kemudian mengajarkan teknik hipnosis. Dari sinilah kemudian ia mengembangkan metodenya sendiri yang disebut asosiasi bebas karena merasa bahwa hipnosis tidak begitu efektif. Dalam asosiasi bebas terdapat tindakan meminta pasien untuk berbaring dalam posisi rileks dan mengatakan apapun dalam pikirannya. Materi bawah sadar yang tercurahkan antara lain emosi yang kuat, ingatan terpendam, dan pengalaman seksual di masa kanak-kanak. Teori Freud sangat dipengaruhi oleh pengalaman emosional pribadinya dan pengalaman selama menangani pasiennya.
 
Metode terapi Sigmund Freud disebut psikoanalisis. Sejak teori dan terapinya menjadi dikenal dan digunakan oleh orang lain (mulai sekitar 1990), idenya terus dikembangkan dan dimodifikasi oleh para penulis dan praktisi psikoanalisa lainnya.
Sumbangan utama dari ide Freud yang bersejarah:
1.         Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami.
2.         Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
3.         Perkembangan pada masa dini kanak-kanak berpengaruh pada masa dewasa.
4.         Psikoanalisa menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk mengatasi kecemasan.
5.         Psikoanalisa memberikan cara-cara mencari keterangan melalui analisis mimpi.

B.            Hakikat Manusia
Sigmund Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima-enam tahun pertama dalam kehidupan. Menurutnya, tingkah laku dideterminasi oleh energi psikis yaitu id, ego, dan superego. Ia juga melihat tingkah laku sebagai sesuatu yang dinamis dengan transformasi dan pertukaran energi di dalam kepribadiannya.

C.           Perkembangan Perilaku
 
1.      Struktur Kepribadian
a)      Id merupakan
Id dalah sistem kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap orang hanya terdiri dari Id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri, kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan.
b)      Ego
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego adalah tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari Id. Ego bekerja menggunakan prinsip kenyataan.
c)      Superego
Super ego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Super ego bekerja menggunakan prinsip conscience dan ego ideal.


2.      Perkembangan Kepribadian
 
Menurut Sigmund Freud perkembangan psikoseksual ditandai dengan beberapa tahapan dengan zona kesenangan yang dominan pada waktu tertentu:
a)      Tahun Pertama Kehidupan: Fase Oral
Pada fase ini mulut merupakan zona utama kesenangan dan kepuasan dasar didapat saat menggigit dan menyedot.
b)      Usia Satu Sampai Tiga Tahun: Fase Anal
Pada fase ini kepuasan dirasakan saat menahan maupun buang air besar.
c)      Usia Tiga Sampai Lima Tahun: Fase Falik
Pada fase ini zona kesenangan terletak di organ seks, baik pria maupun wanita harus berupaya melalui hasrat seksual.
d)     Usia Lima Tahun Sampai Masa Puber: Fase Laten
Pada fase ini energi difokuskan pada aktivitas berpasangan dan penguasaan pembelajaran kognitif, serta keahlian fisik secara pribadi.
e)      Masa Puber: Fase Genital
Pada fase ini jikalau telah berjalan dengan baik, maka masing-masing gender merasa lebih tertarik satu sama lain dan muncul pola interaksi heteroseksual yang normal.

3.      Pribadi Sehat dan Bermasalah
 
a)      Pribadi Sehat
Memiliki mekanisme pertahanan yang baik. Maksudnya pribadi yang bisa mengorganisir struktur kepribadiannya dengan baik dan bisa menyelaraskan antara id, ego, dan superegonya. Dalam hal ini individu tidak mengalami pengalaman frustasi yang berlebihan dan Ego bertindak secara rasional dalam mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi kecemasan yang muncul.


b)      Pribadi Bermasalah
Memiliki mekanisme pertahanan yang buruk. Maksudnya pribadi yang tidak bisa mengorganisir struktur kepribadiannya dengan baik dan tidak bisa menyelaraskan antara id, ego, dan superegonya. Ego bisa saja membiarkan dorongan-dorongan atau menekan perasaan-perasaan seksual dengan melakukan tindakan yang irasional dalam menghadapi kecemasan.

D.           Hakikat Konseling
 
Konseling merupakan suatu proses kegiatan mengamati dan memahami kehidupan konseli yang menurut Freud sangat dideterminasi oleh pengalaman psikoseksual pada lima-enam fase pertama kehidupan atau masa kanak-kanak. Konseling psikoanalisa memperhatikan faktor-faktor ketidaksadaran yang terus-menerus mendorong dan mempengaruhi perilaku individu. Berbagai usaha dalam memahami kehidupan dan membantu konseli dalam konseling psikoanalisa adalah dilakukan dengan cara menginterpretasi ungkapan-ungkapan perasaan dan cerita konseli melalui hubungan tranferensi antara konselor adan konseli.  

E.            Kondisi Pengubahan
 
1.      Tujuan
a)      Pada dasarnya konselor menyadarkan konseli dari ketidaksadaran menuju ke kesadaran atas dorongan-dorongan yang menyebabkan perilaku bermasalah.
b)      Memperkuat agar ego lebih riel dalam bertindak, serta mampu berkembang sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki dan dapat beradaptasi dengan lingkungan dengan lebih baik.

2.      Sikap, peran dan tugas konselor
 
a)  Sedikit bicara tentang dirinya dan jarang sekali menunjukkan reaksi pribadinya.
b)  Percaya bahwa apapun perasaan konseli terhadap konselor merupakan produk dari perasaannya yang diasosiakan dengan orang yang penting di masa lalunya.
c)   Melakukan analisis  terhadap perasaan-perasaan konseli adalah esensi terapi.
d) Menciptakan suasana agar konseli merasa bebas megekspresikan pikiran-pikiran yang sulit setelah beberapa kali pertemuan tatap muka. Dengan cara meminta konseli berbaring di sofa dan terapis duduk di arah belakang kepala konseli sehingga tidak terlihat.
e) Berupaya agar konseli mendapat wawasan terhadap permasalahan dengan mengalami kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa lalunya.
f)   Membantu konseli menemukan kebebasan bercinta, bekerja, dan bermain.
g)  Membantu konseli menemukan kesadaran diri, kejujuran dan hubungan pribadi yang efektif, dapat mengatasi kecemasan dengan cara realistis dan dapat mengendalikan tingkah laku impulsif dan irasional.

3.      Sikap, peran dan tugas konseling
 
a) Berkomitmen untuk mengikuti proses terapi yang membutuhkan waktu cukup lama.
Menyampaikan seluruh perasaan, pengalaman, ingatan, dan fantasi yang dialami konseling.
c) Berkomitmen untuk menyelesaikan problem-problem yang dihadapi secara bertahap melalui sesi dan terminasi.

4.      Situasi hubungan
Situasi hubungan antara konselor dan terapis psikoanalisa adalah konselor cenderung untuk bertindak alami terhadap klien mereka. Alasannya adalah para konselor sedang berusaha untuk mempresentasikan diri mereka sebagai ”layar kosong”, tempat klien dapat memproyeksikan fantasinya atau asumsi yang terpendam berkenaan dengan hubungan yang amat dekat dengan dirinya. Dengan menjadi netral dan tidak terikat, maka terapis dapat meyakinkan bahwa perasan klien terhadap dirinya bukan akibat apa yang dilakukannya.

F.            Mekanisme Pengubahan
 
1.      Tahap-tahap Konseling
Tidak ada seperangkat praktik dalam psikodinamika yang disepakati bersama. Namun sesuai dengan tujuan konseling ini membantu konseli memahamai dorongan-dorongan ketidaksadaran ke kesadaran dan mengembangkan ego agar berkembang lebih baik, dalam hal ini ada beberapa isu penting dalam praktik konseling:
a)      Asesmen dilakukan oleh konselor agar memahami sejauhmana kemampuan konseli dalam merefleksikan diri dan membangun hubungan dengan konselor, sehingga konseling bisa dilakukan.
b)      Menegakkan aturan dan batasan yang jelas pada awal dan akhir sesi, keajekan pertemuan, jeda libur dan absen, memberikan latar belakang, dimana manipulasi atau upaya konseli untuk mengendalikan bisa dilihat dan selanjutnya dieksplorasi bersama konseli.
c)      Pentingnya wawasan konseli terhadap ekspresi emosi yang dirasakan sebagai bentuk katarsis konseli.
d)     Konseli seringkali akan mengulang perilakunya, pikirannya dan perasaannya di depan konselor yang dipandang sebagai bagian dari hubungan masa lalu. Oleh karenanya interpretasi transferensi oleh konselor bisa menyatukan sudut setiga pengalaman (orangtua atau masa lalu yang jauh, orang lain atau masa lalu yang tak terlalu jauh dan konselor atau saat ini atau transferensi), sehingga memberi wawasan pada pola perasaan atau perilakunya.
e) Pemeranan, dimana konseli tidak mampu mengatakan sesuatu, namun merasakan kebutuhan untuk memerankan perasaan, dapat dilihat sebagai cara agar ia tidak perlu bicara.
f)    Fokus kerja konseling ada yang mengatakan penting dan tidak peting.
g)  Ketika konseli merasakan perasaan negatif yang sangat kuat terhadap konselor, seringkali ada hasrat yang lebih besar di pihak konseli untuk meninggalkan sesi konseling. Dalam hal ini sikap konselor tidak boleh bersikap defensif, namun sebaliknya harus membantu konseli untuk memahami perasaan yang sedang melingkupi.

2.      Teknik-teknik Konseling
 
a)      Penggunaan hubungan sistematik antara klien dan konselor
Konselor dan terapis psikoanalisa cenderung untuk bertindak alami terhadap klien mereka. Alasannya adalah para konselor sedang berusaha untuk mempresentasikan diri mereka sebagai ”layar kosong”, tempat klien dapat memproyeksikan fantasinya atau asumsi yang terpendam berkenaan dengan hubungan yang amat dekat dengan dirinya. Dengan menjadi netral dan tidak terikat, maka terapis dapat meyakinkan bahwa perasan klien terhadap dirinya bukan akibat apa yang dilakukannya. Proses ini disebut pemindahan (transfered) dan merupakan alat yang sangat berguna dalam terapi psikoanalisa.
b)      Melakukan identifikasi dan analisis terhadap penolakan dan pertahanan
Ketika klien membicarakan permasalahannya terapis mungkin bisa mencatat bahwa si klien mengelak, memotong, atau mempertahankan diri dari perasaan atau fakta tertentu. Freud memandang penting untuk mengetahui sumber penolakan tersebut, dan kondisi tersebut akan menarik perhatian klien apabila terjadi terus menerus.



c)      Asosiasi bebas atau ”katakan apapun yang muncul dalam pikiran”
Tujuannya adalah untuk membantu klien membicarakan dirinya sendiri dengan cara yang cenderung tidak terpengaruhi oleh mekanisme pertahanan diri.
d)     Menganalisis mimpi dan fantasi
Tujuannya adalah untuk menguji materi yang muncul dari level kepribadian seseorang yang lebih dalam dan lepas dari pertahanan dirinya.
e)      Interpretasi
Para konselor psikoanalitik akan menggunakan proses yang digambarkan di atas, yakni transference, mimpi, asosiasi bebas, dan lain-lain untuk mengumpulkan materi guna melakukan interpretasi. Melalui penafsiran mimpi, kenangan, dan transference, seorang konselor berusaha membantu pasiennya utnuk memahami akar permasalahn yang dihadapinya dan kemudian mendapatkan kontrol yang lebih besar terhadap permasalahan tersebut serta lebih banyak kebebasan untuk melakukan tindakan yang berbeda.
f)       Beragam teknik lain
Ketika berhadapan dengan anak-anak bukanlah suatu hal yang realistis untuk mengharapkan mereka mampu menuangkan konflik dalam diri mereka ke dalam kata-kata. Sebagai gantinya para analisis anak menggunakan mainan dan permainan untuk memungkinkan anak mengeksternalisasi ketakutan dan kekhawatirannya. Beberapa orang terapis yang menangani orang dewasa juga menemukan hasil yang menggembirakan dengan menggunakan teknik ekspresif seperti seni, mematung, dan membuat puisi. Teknik proyeksi seperti Thematic Apperception Test (TAT) juga dapat menghasilkan hal yang sama. Dan pada akhirnya, para terapi psikodinamik biasanya mendorong para klien untuk menulis catatan harian atau autobiografi sebagai cara untuk mengeksplorasi kondisi masa lalu dan masa sekarang mereka.


G.           Hasil-hasil Penelitian
 
Gagasan Sigmund Freud dikembangkan oleh para pengikut Psikoanalisis berikutnya, dalam hal ini akan disebutkan hasil penelitian psikoanalisis kontemporer Erik Erikson yang memiliki perbedaan dengan psikoanalisis klasik Sigmund Freud. 
 
Psikoanalisis Freud menekankan pada pentingknya proses intrapsikis yang didominasi oleh Id sebagai faktor utama dalam mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yang terjadi pada lima-enam tahun pertama. Berbeda dengan Erikson yang dikenal dengan teori perkembangan psikososial menekankan bahwa perkembangan individu terjadi sepanjang hayat dan menekankan pentingnya peran utama ego dalam mengontrol dorongan-dorongan dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

H.           Kelemahan dan Kelebihan Teknik Psikoanalisa dalam Konseling
 
Beberapa kelemahan konseling psikoanalisis adalah sebagai berikut:
  1. Pendekatan ini menghabiskan waktu dan biaya yang banyak.
  2. Pendekatan ini tidak terlalu berguna bagi konseli lansia atau bahkan sekelompok yang bervariasi. Yang paling banyak mendapatkan keuntungan dengan pendekatan ini adalah pira paru baya dan wanita yang tertekan dalam hidupnya.
  3. Di luar harapan Freud, pndekatan ini telah diklaim secara eksklusif oleh para psikiater.
  4. Pendekatan ini berdasarkan pada banyak konsep yang tidak mudah dipahami atau dikomunikasikan.
  5. Pendekatan ini membutuhkan ketekunan.
  6. Pendekatan ini tidak begitu cocok dengan kebutuhan kebanyakan individu yang mencari konseling profesional.

Beberapa kelebihan konseling psikoanalisis adalah sebagai berikut:
  1. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya seksualitas dan alam tidak sadar dalam tingkah laku manusia.
  2. Pendekatan ini memberikan sumbangan pada penelitian-penelitian empiris; bersifat heuristik.
  3. Pendekatan ini menyediakan dasar teoritis yang mendukung sejumlah instrumen diagnostik.
  4. Pendekatan ini tampaknya efektif bagi mereka yang menderita berbagai macam gangguan, termasuk histeria.
  5. Pendekatan ini menekankan pentingnya tahap perkembangan pertumbuhan.

I.              Sumber Rujukan

Komalasari, dkk., 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: Indeks
Gladding, S.T. 2012. Konseling: Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks
Palmer, S. 2011. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Antwone Fisher Psikoanalisa Teknik Freud


ANTWONE FISHER

  Antwone Fisher dikisahkan sebagai seorang anggota angkatan laut AS yang entimental, mudah marah dan meledak-ledak. Antwone Fisher mengalami masa kecil menyakitkan, yang terus menghantuinya sampai ia dewasa.

  Sebetulnya Antwone Fisher kelasi yang baik. Namun, amarahnya gampang sekali tersulut. Olok-olok kecil saja sudah bisa membuatnya meledak. Ia gampang tersinggung dan suka melayangkan bogem mentahnya, sehingga dikirim ke psikiater AL, Dr. Jerome Davenport. Semula ia menolak untuk membuka mulut. Namun Davenport begitu sabar. Ia menunggu, berminggu-minggu, sampai Fisher bersedia mengakui kelemahannya dan menuturkan sejarah pedih masa lalunya.

   Penggalian informasi dari Fisher tidaklan mudah, karena Fisher berkesan menutup masa lalunya. Namun pada akhirnya setelah beberapa kali pertemuan justru mereka bersahabat dan Fisherpun bersedia menceritakan pada psikiater tersebut tentang kehidupan masa kecilnya yang kelam. Ia menceritakan kepada Davenport ditampilkan dalam serangkaian flashback bahwa ayah Fisher tewas ditembak selingkuhannya tepat dua bulan sebelum Fisher dilahirkan oleh ibunya di penjara wanita. Dia sendiri dibesarkan di orang tua asuh yang memperlakukannya dengan sangat kejam. Fisher kecil tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan seringkali mendapatkan kekerasan fisik dari ibu angkatnya yang kejam, Tate. Tak berhenti di situ, pada usia enam tahun Fisher mengalami kejadian traumatik yang disebabkan oleh perlakuan tak senonoh anak perempuan Tate. Sebuah pukulan telak menghantamnya saat sahabat karibnya tewas dalam upaya perampokan. Fisher merasa segala sesuatu yang baik direnggut dari hidupnya.

Davenport menyadari, Fisher perlu pertolongan lebih jauh agar dapat pulih dari kerusakan psikologis dan emosional itu. Dan ternyata, dalam upayanya merengkuh pemuda yang terluka itu, sang konselor menemukan kebenaran tentang dirinya sendiri. Ia diperhadapkan pada kelemahannya sendiri, yang mengakibatkan kerawanan dalam pernikahannya. Tampaknya ia sendiri perlu dipulihkan. Fisher pelan-pelan memercayai konselor yang baik itu. Di luar itu, ia secara gamang jatuh cinta pada rekan sesama pelaut, Cheryl. Gadis ini bukan hanya cantik, namun juga sungguh-sungguh peduli pada Fisher.
            Ketika pria itu mengakui pergumulannya, Cheryl dengan tulus mendampingi dan mendukungnya. Dengan dukungan kedua orang inilah, tersulut keberanian Antwone Fisher untuk menghadapi “hantu” masa lalunya mengantarkan kita ke klimaks yang menggetarkan. Agar Fisher bisa berdamai dengan dirinya sendiri, Davenport menyarankan pemuda itu mencari anggota keluarganya. Awalnya, Fisher menolak. Namun, akhirnya, setelah ditemani kekasih barunya, ia bersedia.


       TERAPI YANG DIGUNAKAN

Kejadian yang dialami Antwone Fisher oleh disebabkan pengalaman masa lalu yang tanpa disadari individu telah membuat individu menjadi trauma dan cemas berlebihan. Dengan kata lain, ada konflik – konflik tak sadar yang tetap tinggal tersembunyi dan merembes ke syaraf kesadaran.
Film ini menggunakan proses terapi psikoanalisa mulai dari tahap awal perkenalan sampai intervensi dan penutup. Bahkan ditunjukkan juga kemungkinan adanya Counter Transferens yaitu situasi dimana klien menjadi tergantung dengan psikolog/ psikiater seperti pada saat Fisher marah pada psikiater karena sesi terapi harus diakhiri sementara Fisher sudah terlanjur berharap banyak atas perhatian psikiater.
Denzel Washington sebagai seorang psikiater menggunakan pendekatan Psikoanalisa dalam menangani permasalahan Fisher. Fisher diajak untuk mengeluarkan kembali memori tentang masa lalunya lalu diarahkan untuk pelan-pelan menahan emosi serta mengatur perilakunya.


       TEKNIK- TEKNIK TERAPI

v  Asosiasi bebas

            Teknik pokok dalam terapi psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikiranya adari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadaranya. Yang pokok, adalah klien mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor.

Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu.

v  Analisis dan interpretasi transferensi

Transferensi (pemin dahan).transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun.